Dia kemudian mendaftar sebagai salah satu calon mahasiswa untuk mengikuti tes masuk di kampus tersebut dan akhirnya ucapan syukur terucap bahagia sebab lulus dalam tes tersebut. Alih-alih menjadi mahasiswa di kampus negeri tersebut, dia terhalang dengan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang terlalu mahal.
Lihat juga : Realitas Kampus Kontemporer Jauh Dari Ekspektasi
Akhirnya dia bersepakat dengan orang tuanya untuk mendaftar mencari peruntungan demi kenyamanan orang tua dengan masuk di kampus swasta yang diharapkan dapat menjadi rumah yang nyaman baginya untuk menggali dalamnya ilmu pendidikan walaupun kampus tersebut tak berada dalam ekspektasinya diawal bermimpi.
Dia resmi menjadi mahasiswa di kampus tersebut setelah menyelesaikan bermacam berkas inginpun administrasi yang diharuskan. Setalah menjadi mahasiswa baru di kampus tersebut, awalnya dia merasa cukup dapat menerima situasi dan kondisi di kampus tersebut. Setelah berjalan waktu, dia merasa bahwa seorang mahasiswa kurang rasanya apabila tak dibarengi dengan keaktifannya diorganisasi.
Diapun mencari organisasi untuk dirinya berproses dan memperdalam ilmu pengetahuan. Tapi adminngnya pihak kampus seakan memperkecil ruang bagi mahasiswanya untuk berdinamika dengan gelapnya ruang ilmu pengetahuan. Dia didoktrin dalam hal berorganisasi, dia didoktrin dalam berpikir, dia didoktrin dalam kebebasan berpendapat, bahkan dia didoktrin untuk belajar yang notabene dia merupakan pelajar.
Sangat diadminngkan kampus yang berada di Negara demokrasi ini, pola pikir dari para mahasiswanya justru dikerdilkan sebab terbelenggu kebijakan, Dia ingin mencari organisasi yang nyaman baginya walaupun jiwanya diancam bahkan didiskriminasi, dari dalam hatinya ingin menuntut hak yang harusnya dia terima dia malah dianggap parasit dikampus tersebut. Dia ingin mencari eksistensi namun esensinya sebagai mahasiswa dibunuh. Terbesit pertanyaan besar di pikirannya KENAPA?, Mungkin mereka takut kami menjadi mahasiswa yang "kritis".
Lihat juga : Mengolah Pikiran Kritis dalam Lingkungan Kampus
Dibalik itu semua jiwanya memberontak sebab akalnya berkata "kita tak dapat hanya berdiam diri dan mengikuti aturan ataupun kebijakan yang tak sesuai dengan semestinya itu.
Diapun memutuskan untuk tetap berproses pada organisasi ekstra yang dia rasa nyaman untuk berproses tanpa memikirkan resiko yang akan dia dapatkan sebab baginya sangat diadminngkan ladang ilmu yang seharusnya menjadi tempat belajar yang nyaman dan bebas baginya terbuang sebab sentimen yang ada pada kampus yang terkenal menjadi sebuah lembaga pendidikan dan kini mengurung kebebasan untuk mahasiswanya berproses dan meningkatkan kualitas diri.
Itulah cerita singkat tentang seorang mahasiswa yang menentang aturan serta kebijakan yang dibuat untuk kepentingan pribadi bukan untuk orang kaya. Tulisan ini bukanlah sebuah doktrinan negatif ataupun unjuk kebolehan dalam memberontak, semua ini hanyalah kisah yang uraikan dengan maksud berbagi pengalaman sebab kebenaran harus diperjuangkan.
Wassalam
Penulis : Ibnu Wahyu (Ketum Komsat Ahkdar Aswad HmI Cabang Manado)
Lihat juga : 5 Hal yang Membuat Bahagia Menjadi Anggota Organisasi Mahasiswa