BAB 1.
Faktor pendorong masuknya bangsa barat ke Indonesia :
- Sejak kurun ke -13, rempah-rempah merupakan materi dagang yang sangat menguntungkan, sesampai kemudian mendorong orang-orang Eropa berbisnis mencari harta kekayaan ini sekalipun menjelajah semudera.
- Adanya jiwa penjelajah Bangsa Eropa, terutama untuk menemukan daerah-daerah baru. Mereka yakin bahwa apabila berlayar ke satu arah, maka mereka akan kembali ke tempat semula.
- Keyakinan orang-orang Eropa terutama Protugis dan Spanyol bahwa di luar Eropa ada Prestor John (kerajaan dan penduduknya beragama Kristen). Oleh lantaran itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin akan bertemu dengan orang-orang seagama.
- Orang-orang Eropa yang sebagian besar beragama Katolik terdorong pula untuk pergi ke mana pun guna mewartakan Alkitab (Gospel), mencari kekayaan (Gold), dan pujian serta kejayaan (Glory) bagi negaranya.
Proses kedatangan portugis
Diawali dengan pelaut Portugis yang berjulukan Bartholomeus Diaz melalkukan pelayaran mencari daerah timur dengan menelusuri pantai barat afrika. Pada tahun 1448 lantaran ombak besar terpaksa Bartholomeus Diaz mendarat disuatu ujung selatan Benua Afrika. Tempat itu diberi nama Tanjung Harapan.
Pada Juli 1497 Vasco da Gama berangkat dari pelabuhan Lisabon untuk memulai penjelajahan. Berdasarkan pengalaman Bartholomeus Diaz, Vasco da Gama mengambil rute yang sama. Rombongan Vasco da Gamma juga singgah ditanjung Harapan. Atas petunjuk bangsa moor yang telah disewanya, rombongan Vasco melanjutkan penjelajahan, berlayar menelusuri pantai timur Afrika kemudian berbelok ke kanan untuk mengarumi lautan Hindia ( Samudra Hindia). Pada 1498 rombongan Vasco da Gama mendarat hingga di kalikut dan juga Goa di pantai barat India. Setelah sedikit tahun tinggal di India, orang-orang portugis menyadari bahwa India bukan penghasil rempah-rempah dan mendengar bahwa malaka merupakan kota sentra perdagangan rempah-rempah. Kemudian dipersiapkan ekspedisi lanjutan di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque untuk menguasai malaka. Pada tahun 1511 Armada Portugis berhasil menguasai malaka.
Kebijakan dan Tindakan yang dijalankan Raffles :
1. Pelaksanaan system sewa tanah atau pajak tanah ( land rent) yang kemudian meletakan dasar bagi perkembangan system perekonomian uang
2. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi
3. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan
4. Penghapusan system monopoli
5. Peletakan desa sebagai unit manajemen penjajahan
Tiga Prinsip Raffles :
1. Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, dimengganti penanaman bebas oleh rakyat
2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai potongan pemerintah colonial
3. Atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa
BAB II
Sebab-sebab umum Diponoggoro
· Kekuasaan raja-raja di Yogyakarta semakin sempit lantaran daerah pantai utara Jawa Tengan dikuasai Belanda
· Golongan ningrat sangat kecewa lantaran Belanda melarang kaum ningrat untuk menyewakan tanahnya kepada pihak partikelir
· Kaum ulama Islam merasa bingung lantaran berkembangnya kebudayaan barat yang sangat mengganggu dan bertentangan dengan agama
· Kehidupan rakyat semakin menderita lantaran Belanda melaksanakan tindakan pemerasan
· Pangeran Diponegoro merasa kecewa tak diangkat menjadi pengmengganti raja, melainkan hanya sebagai wali raja.
Sebab khusus
Belanda merencanakan pembangunan jalan yang menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan makam leluhurnya. Pangeran Diponegoro dengan tegas menentang planning itu. Sebagai unjuk protes patok-patok untuk pembuatan jalan dicabut dan dimengganti dengan tombak-tombak.
Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti merupakan kesepakatan antara VOC, pihak Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwana III), dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Berdasarkan negosiasi 22-23 September 1754 dan surat persetujuan Paku Buwono III maka pada 13 Februari 1755 ditandatangani 'Perjanjian di Giyanti secara de facto dan de juro yang kurang lebih poin-poinnya, ibarat dikemukakan Soedarisman Poerwokoesoemo, sebagai berikut:
· Pasal 1 Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah di atas separo dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepada ia dengan hak turun temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
· Pasal 2 Akan senantiasa dibisniskan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
· Pasal 3 Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melaksanakan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.Intinya seorang patih dari dua kerajaan harus dikonsultasikan dengan Belanda sebelum kemudian Belanda menyetujuinya.
· Pasal 4 Sri Sultan tak akan mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati, sebelum mendapat persetujuan dari Kumpeni. Pokok-pokok pemikirannya itu Sultan tak terdapat kuasa penuh terhadap berhenti atau berlanjutnya seorang patih lantaran segala keputusan ada di tangan Dewan Hindia Belanda.
· Pasal 5 Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang selama dalam peperangan memihak Kumpeni.
· Pasal 6 Sri Sultan tak akan menuntut haknya atas pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi mengganti rugi kepada Sri Sultan 10.000 real tiap tahunnya.
· Pasal 7 Sri Sultan akan memberi santunan pada Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu-waktu diperlukan.
· Pasal 8 Sri Sultan berjanji akan menjual kepada Kumpeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
· Pasal 9 Sultan berjanji akan mentaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749.
· Penutup Perjanjian ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J.J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens.
· Perlu ditambahkan Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder/Chief of Administration Officer) dengan persetujuan residen/gubernur merupakan pemegang kekuasaan direktur sehari hari yang sebetulnya (bukan di tangan Sultan).
Kesimpulan Pernjanjian
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua:
· Wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta,
· Sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta.
· Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC sanggup memilih siapa yang menguasai kedua wilayah itu apabila diperlukan.
BAB 3
Pelaksanaan Politik Etis
Awal kurun ke-20, politik colonial memasuki babak baru, adalah era politik Etis, yang dipimpin oleh Mentri Alexander W.F Idenburg yang kemudian menjadi gubenur jendral Hinda Belanda (1909-1916). Ada tiga kegiatan politik Etis, adalah : irigasi, edukasi, dan transmigrasi. Adanya politik etis membawa dampak besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negeri belanda atas jajahan. Pada era itu muncul Simbol gres “Kemajuan”. Pembangunan infrastruktur mulai diperhatikan dengan adanya jalur kereta api Jawa-Madura. Di Batavia lambing kemajuan ditunjukan dengan adanya trem listrik yang mulai beroprasi. Dalam bidang pertanian pemerintah colonial menunjukkan perhatiannya pada bidang pemenuhan kebutuhan pangan dengan membangun irigasi. Pemerintah juga melaksanakan emigrasi sebagai tenaga kerja murah di perkebunan-perkebunan.
Semangat Era Etis merupakan kemajuan menuju medernitas. Perluasan pendidikan gaya Barat merupakan tanda resmi dari bentuk politik etis itu. Pendidikan itu tak saja menghasilkan tenaga kerja yang diharapkan oleh Negara, akan tenamun juga pada sector swasta Belanda.
Pengaruh Perhimpunan Indonesia : Manifesto Politik
Dibawah pimpinan Iwa Kusuma Sumarti, JB. Sitanala, Moh. Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo mengmengganti nama perhimpunan menjadi PI “ Perhimpunan Indonesia”.
PI semakin mendapat simpatik dari para mahasiswa Indonesia di Belanda. Jumlah keanggotaannya semakin bertambah. Di tanah belanda para mahasiswa menyerukan pada semua perjaka di Indonesia Hindia untuk bersatu padu dalam setiap gerakan-gerakan. PI bersemboyan “Self reliance, not mediancy”, artinya tak meminta-minta dan menuntut-nuntut. PI menuntuk kemerdekaan Indonesia dengan segera. Perkumpulan Pemuda terpelajar berhasil mengobarkan semangat dan panji-panji kemerdekaan Indonesia. Para perjaka Indonesia tak takut membela dan berjuang untuk kemerdekaan tanah arinya dengan segala resikonya.
BAB 4
Peristiwa Rengasdengklok
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan biar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan perjaka menginginkan biar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai tubuh buatan Jepang
Kronologi :
Peristiwa Rengasdengklok merupakan insiden penculikan yang dilakukan oleh sejumlah perjaka antara lain Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak biar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan bau tanah yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda wacana kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Kebijakan Jepang dalam bidang Militer
Jepang melaksanakan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan perjaka dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
a) Seinendan (Barisan Pemuda), dibuat tanggal 9 Maret 1943 dengan anggota para perjaka usia 14-22 tahun.
b) Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibuat tanggal 29 April 1943 dengan anggota para perjaka usia 23-25 tahun.
c) Fujinkai (Barisan Wanita), dibuat pada bulan Agustus 1943, dengan anggota para perempuan usia 15 tahun ke atas.
d) Gakutotai (Barisan Pelajar), anggotanya terdiri dari murid-miridd sekolah lanjutan.
e) Heiho (Pembantu Pranjurit Jepang), dibuat pada bulan April 1943 dengan anggota perjaka berusia 18-25 tahun.
f) PETA (Pembela Tanah Air), dibuat pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk memoertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan bangsa Barat.
g) Jawa Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibuat pada tanggal 1 Maret 1944 dengan tujuan untuk mengerahkan rakyat biar ingin membantu atau berbakti kepada Jepang.
h) Suisyintai (Barisan Pelopor), dibuat pada tanggal 24 September 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.
Kebijakan Jepang dalam bidang Pendidikan
Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan merupakan menghilangkan diskriminasi pendidikan. Seluruh lapisan masyarakat berhak mengenyam pendidikan. Selain itu, Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal di Indonesia ibarat sistem pendidikan di Jepang, adalah jenjang SD 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama 3 tahun, dan Sekolah Menengan Atas 3 tahun.
Salah satu kebijakan pendidikan masa pendudukan Jepang merupakan penerapan sistem pendidikan militer sesampai kemudian sistem pengajaran dan kurikulum sekolah diadaptasi untuk kepentingan perang. Oleh lantaran itu, siswa terdapat kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan bisa menghafal lagu kebangsaan Jepang. Selain itu, para guru diwajibkan untuk memakai bahasa Jepang dan Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah mengmenggantikan bahasa Belanda. Tujuan sistem pendidikan pemerintah Jepang merupakan mencetak kader-kader yang akan mendukung dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya.
BAB 5
Lahirnya TNI
Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibuat melalui usaha bangsa Indonesia untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari bahaya Belanda yang ingin kembali berkuasa menjajah Indonesia melalui kekerasan senjata. Tentara Nasional Indonesia pada awalnya merupakan organisasi yang berjulukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Amanat Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
Amanat Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:
1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan merupakan daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh lantaran itu berhubung dengan keadaan pada remaja ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai dikala ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat eksklusif dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami eksklusif kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.
Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:
1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan merupakan daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh lantaran itu berhubung dengan keadaan pada remaja ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai dikala ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.
3. Bahwa perhubungan antara Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat eksklusif dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami eksklusif kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman mengindahkan Amanat Kami ini.
Peran Ahmad Soebarjo dalam Proses Kemerdekaan
· Peristiwa Rengasdengklok :yang disitu ahmad termasuk golongan bau tanah yang ingin proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dahulu dengan anggota PPKI diantaranya ada Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri
· Perumusan Naskah Proklamasi ahmad mngusulkan kalimat proklamasi yang bunyinya "kami rakyat indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami"dan skarang brubah jadi"kami bangsa indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan indonesia" jadi pada dasarnya peranya adalah :-Penyumbang pikiran dalam perumusan naskah proklamasi dan tokoh golongan bau tanah yang berhasil menjemput Sukarno-Hatta kembali ke Jakarta
Latar Belakang Jepang menjanapabilan kemerdekaan kepada Indonesia
Tentara Jepang mulai mengalami kekalahan di bermacam medan pertempuran. Pada Perang Pasifik, pasukan Jepang dikalahkan oleh Amerika. Jepang juga dikalahkan oleh Sekutu pimpinan Inggris di tempat Indocina. Kekalahan tersebut mengancam kekuasaan Jepang di negara - negara jajahannya. Di Indonesia, Jepang juga harus menghadapi perlawanan rakyat. Terlebih lagi, Belanda masih ingin kembali menjajah Indonesia. Pada waktu itu, Belanda bergabung dengan Sekutu. Perlawanan rakyat dan bisnis Belanda menjadikan kedudukan Jepang kian lemah.
Akhirnya, Jepang terpaksa menjanapabilan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Janji tersebut bertujuan untuk meredam gejolak dan perlawanan rakyat Indonesia. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi kesan bahwa Jepang-lah yang memerdekaan Indonesia. Dengan komitmen tersebut, rakyat Indonesia diharapkan bersedia membantu Jepang menghadapi Sekutu. Untuk memenuhi janjinya, Jepang kemudian membentuk BPUPKI. BPUPKI merupakan kependekan dari Badan Penyelidik Usaha - bisnis Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Badan ini dibuat pada tanggal 1 Maret 1945. Dalam bahasa Jepang, BPUPKI disebut Dokuritsu Zjunbi Tyoosakai. BPUPKI bertugas menyelidiki kesiapan bangsa Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan dan membentuk pemerintahan sendiri. Penguasa Jepang menunjuk Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua BPUPKI. Beberapa tokoh terkemuka menjadi anggotanya. Beberapa tokoh tersebut antara lain Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur, K.H Wachid Hasyim, K.H Agus Salim, Soepomo dan Moh. Yamin.
Peran partai politik pada sidang PPKI 22 Agustus 1945
tiga keputusan penting yang diumumkan Presiden Soekarno tanggal 23 Agustus 1945. Tiga keputusan tersebut merupakan:
1). Pembentukan Komite Nasional. 2). Membentuk Partai Nasional Indonesia, 3). Pembentukan Badan Keamanan Rakyat.
Atas desakan Sutan Syahrir tanggal 3 Nopembr 1945 pemerintah mengeluarkan "maklumat poll tik" yang isinya:
a) Pemerintah mengijinkan lahirnya partai-partai politik lantaran partai politik sanggup menampung paham atau sispirasi masyarakat
b) Pemerintah berharap biar partai-partai politik tersebut terbentuk sebelum dilaksanakan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946,
Dengan adanya maklumat tanggal 3 Nopember 1 945 tersebut, muncul sedikit partai politik yang berbeda ideologi seperti:
a) Partai Masyumi (idiolngi Islam)
b) PNI (IdiologS Nasional)
c) PKI (Idiologi Komunis)
d) Paitai Katholik dan Partai Katolik (Ideologi agama Nasrani)
Serat partai-partai lain yang tumbuh bagai jamur dimusim hujan. Sutan syahrir yang ditunjuk sebagai ketua Badan Pekerja KNIP pada tanggal 25-26 Nopember 1945 mengadakan rapat pleno anggota KNIP, namun hasil rapat rersebut terjadi penyimpangan yang pertama dalam pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari Prcsidensiil ke dalam sis tern parlem enter.
Pada awalnya PNI dirancang sebagai partai tunggal namun dibatalkan dengan dikeluarkanya maklumat pemerintah tanggal 31 Agusus 1945 dengan alasan Indonesia bukan negara fasis dan akan menjadikan perpecahan bangsa lantaran tak semua tokoh oke menjadi anggota PNI.
BAB 6
Perjanjian Renville
Perjanjian Renville merupakan perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Isinya :
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai potongan wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Latar Belakang kedatangan Sekutu dan Belanda
Tentara sekutu mendarat di semarang pada tanggal 20 oktober 1945 dibawah pimpinan brigjen Bethel dan diboncengi tentara NICA dengan tujuan untuk membebaskan para tawanan. Saat sekutu dan NICA membebaskan tawanan tentara belanda, para tawanan justru dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika tawanan belanda bertindak sombong, serta mengabaikan kedaulatan pemerintah dengan terang-terangan berbisnis untuk menduduki kembali Indonesia. Hal ini menjadikan kemarahan rakyat Indonesia dan jadinya pertempuranpun pecah.
1) Insiden di Magelang setelah mendaratnya Brigade Artileri, yang kedatangannya diikuti oleh orang-orang NICA dan kemudian mempersenjatai tawanan Jepang itu
2) lantaran pihak Inggris ingkar janji
3) Sekutu melaksanakan pengeboman terhadap kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, lantaran Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris jadinya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam insiden tersebut Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun eksklusif dalam pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu hingga Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai kini setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Infantri.
Pertempuran Surabaya
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sesampai kemudian menjadikan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut menjadikan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu.
Tanggal 28 Oktober hingga kemudian 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Tentara Sekutu tak menghormati gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh.Sekutu membuat ultimatum, Isi ultimatum tersebut, Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah sentra untuk memilih kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin usaha rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah tersebut merupakan rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan bahaya Sekutu.
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, bahari inginpun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tak ingin menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo memperabukan semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung hingga awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad usaha seluruh rakyat Indonesia.
Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II merupakan aksi pendudukan wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Belanda pada 19 Desember 1948. Dalam aksi itu Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta dan Menangkap sejumlah pejabat negara termasuk Presiden Soekarno, Wapres Muhammad Hatta, serta sejumlah menteri.
Latar Belakang Agresi Belanda II
Pada tanggal 18 Desember 1948, dr. Bell menyatakan bahwa pihak Belanda tak mengakui dan tak terikat lagi dengan perjanjian Renville lantaran itu Belanda merasa bebas memilih perilaku dengan Republik Indonesia. Selang sehari pasca pernyataan itu, pada 19 Desember 1948 dr. Beel mengawali aksi militernya dengan menyerbu ibu kota RI, Yogyakarta. Aksi militer itu dimulai dengan pengeboman lapangan terbang Manguwo (sekarang Bandar Udara Internasional Adi Sucipto) dan sedikit bangunan penting lainya seperti RRI dan disusul dengan penerjunan pasukan payung sekitar 900 orang, sesampai kemudian dalam waktu singkat Belanda berhasil menduduki ibu kota RI.
Pada tanggal 18 Desember 1948, dr. Bell menyatakan bahwa pihak Belanda tak mengakui dan tak terikat lagi dengan perjanjian Renville lantaran itu Belanda merasa bebas memilih perilaku dengan Republik Indonesia. Selang sehari pasca pernyataan itu, pada 19 Desember 1948 dr. Beel mengawali aksi militernya dengan menyerbu ibu kota RI, Yogyakarta. Aksi militer itu dimulai dengan pengeboman lapangan terbang Manguwo (sekarang Bandar Udara Internasional Adi Sucipto) dan sedikit bangunan penting lainya seperti RRI dan disusul dengan penerjunan pasukan payung sekitar 900 orang, sesampai kemudian dalam waktu singkat Belanda berhasil menduduki ibu kota RI.
Sebelum Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap pejabat pemerintah RI, Ir. Soekarno berhasil mengadakan sidang kabinet secara singkat. Hasil sidang kabinet dibuktikan dengan dua buah surat kawat yang berisi penyerahan mandat dari Presiden Soekarno dan Wapres Moh. Hatta, yang dikala itu merangkap jabatan Perdana Menteri, kepada tokoh republik yang berada di luar pulau Jawa untuk membentuk pemerintahan darurat.
Surat kawat pertama ditujukan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran, yang dikala itu lagi berada di Bukittinggi, Sumatera Tengah. Surat kawat kedua ditujukan kepada Mr. Maramis, dr. Soedrsono, dan L.N. Palar yang dikala itu berada di New Delhi, India. Surat kawat kedua menekankan kepada mereka apabila Mr. Sjafruddin Prawiranegara gagal, maka kiprah membentuk pemerintahan darurat berada ditangan mereka. Akan tenamun surat kawat yang dimaksud, belakangan diyakini tak pernah hingga ketujuan.